Wednesday 15 January 2014

Biografi Ringkas Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi

Oleh ustadz Abu Musa Jauhari

Amma ba’du, tatkala kami mengetahui bahwa mayoritas masyarakat yang mengaku sebagai kaum muslimin dewasa ini berpaling dari kitabullah dan melemparkannya ke belakang punggung mereka, tidak mengharapkan janji Allah dan tidak takut akan ancaman-Nya, maka kami mengetahui bahwa hal tersebut merupakan faktor yang dapat mendorong seorang yang telah Allah berikan kepadanya ilmu akan kitab-Nya, untuk mengarahkan semangatnya yang tinggi demi berkhidmah kepada kitab-Nya, menjelaskan makna-maknanya, menampakkan keindahan-keindahannya, menerangkan kesulitan yang ada padanya, menjelaskan hukum-hukumnya, serta mengajak manusia untuk mengamalkannya dan meninggalkan segala sesuatu yang bertolak-belakang dengan kitab itu”. [Cuplikan kata Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi, pada muqaddimah kitab tafsir Adwa' al-Bayan]
Nasab
Nama beliau adalah Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar bin Abdul Qadir al-Jakni asy-Syinqithi rahimahullah. Jika terus diurut, maka nasab Kabilah beliau akan sampai ke daerah Himyar di Yaman.
Kelahiran
Beliau rahimahullah dilahirkan di sebuah kota yang bernama Syinqith. Adapun nama tempat kelahiran beliau adalah Tanbah, sebuah desa di kota Syinqith, yang merupakan sebuah daerah di belahan timur dari Negara Islam yang sekarang terkenal dengan nama Mauritania, yaitu sebuah Negara Islam di benua Afrika yang berbatasan dengan Sinegal, Mali, dan al-Jazair (Algeria).
Tepatnya beliau rahimahullah dilahirkan pada tahun 1325 H (1905 M), dari seorang ibu merupakan sepupu ayahnya sendiri.
Semangat & Antusias dalam Menuntut Ilmu
Syaikh Muhammad rahimahullah terdidik hingga besar di tengah masyarakat yang cinta akan ilmu, baik kaum laki-laki maupun wanitanya. Beliau menimba dasar-dasar ilmu agama dan ilmu al-Quran dari paman-paman beliau dari pihak ibunya, juga dari anak-anak mereka.
Menghafal kitab-kitab merupakan santapan lezatnya sehari-hari. Beliau rahimahullah telah hafal al-Quran di bawah didikan pamannya, Abdullah, ketika berusia sepuluh tahun. Beliaurahimahullah menuturkan, “Kemudian aku belajar menulis khat mushaf Utsmani (mushaf Induk) dari pamanku yang bernama Muhammad bin Ahmad. Darinya juga aku belajar ilmu Tajwid dengan bacaan Nafi’, yang meriwayatkan dari Warsy, dari jalan Abu Ya’qub al-Azraq dan Qalun, dari periwayatan Abu Nasyith. Dan darinya pula aku mengambil sanad bacaan itu hingga sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu, usiaku masih enam belas tahun”.
Beliau rahimahullah juga pernah berkata, “Di sela-sela proses belajar bacaan tersebut, aku juga belajar kitab-kitab ringkas fikih Imam Malik, seperti Rojaz Ibnu ‘Asyir. Di sela-selanya juga aku belajar sastra secara panjang lebar dari istri pamanku.”
Beliau melanjutkan, “Aku juga menimba dasar-dasar ilmu Nahwu, seperti kitab al-Ajurrumiyyah beserta latihan-latihannya, juga darinya. Aku pun belajar dengan panjang lebar tentang nasab-nasab bangsa arab, sejarah mereka, dan tak ketinggalan juga sejarah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan nazhom peperangan karya Ahmad al-Badawi asy-Syinqithi yang jumlah baitnya lebih dari lima ratus bait”.
Seperti itulah semangat belajar beliau rahimahullah dalam mempelajari ilmu al-Quran, Sastra, Biografi, dan sejarah. Semua itu beliau ambil dan timba dari rumah paman-pamannya.
Beliau rahimahullah bertutur: “Setelah aku hafal al-Quran, sudah bisa menulis al-Quran dengan khat Utsmani, dan aku dapat unggul di atas teman-temanku, maka ibu dan bibi-bibiku menaruh perhatiannya kepadaku. Dengan tekad bulat mereka mengarahkanku untuk belajar disiplin ilmu yang ada.”
Guru
Setelah menceritakan tentang fikih mazhab Maliki yang beliau pelajari, juga kitab Alfiyyah Ibnu Malik dalam bidang ilmu nahwu, Beliau rahimahullah mengatakan: “Kemudian aku mengambil disiplin ilmu lainnya dari beberapa masyayikh pada beberapa cabang ilmu. Mereka semua berasal dari Kabilah al-Jakniyyun, di antara mereka adalah para ulama terkenal di neregi itu, mereka antara lain:
  • Syaikh Muhammad bin Shalih, yang popular dengan sebutan Ibnu Ahmad al-Afram.
  • Syaikh Ahmad al-Afram bin Muhammad al-Mukhtar.
  • Syaikh, al-’Allamah Ahmad bin Umar.
  • Pakar fikih besar Muhammad an-Nikmat bin Zaidan.
  • Pakaf fakir besar Ahmad bin Muud.
  • al-’Allamah, lautan ilmu dalam bidang ilmu Ahmad Faal bin Abduh.
  • Dan masyayikh lainnya dari kabilah al-Jakniyyun –rahimahumullah-.
Beliau rahimahullah menambahkan: “Sungguh, kami telah menimba segala disiplin ilmu dari mereka, seperti Nahwu, Shorof, Ushul, Balaghah, serta sebagian Tafsir dan Hadits.
“Adapun ilmu Mantiq, tata cara membahas, serta berdiskusi dan berdebat, maka kami pelajari sendiri dari hasil menelaah kitab-kitab”, ungkap beliau.
Kegiatan dan Aktifitas
Kegiatan dan aktifitas Syaikh Muhammad rahimahullah sama seperti kegiatan para ulama yang lain; belajar, mengajar, dan memberi fatwa. Hanya saja beliau rahimahullah lebih terkenal dengan masalah hukum.
Meskipun ada seorang Hakim dari Prancis, namun penduduk negeri itu begitu menaruhkan kepercayaan kepada beliau rahimahullah. Mereka datang kepada Syaikh untuk memutuskan perkara yang terjadi di antara mereka. Begitu banyak utusan-utusan dan tamu yang datang dari tempat yang jauh hanya untuk bertemu dengan beliau.
Safar ke luar Negeri
Sengaja beliau rahimahullah keluar negeri untuk melaksanakan kewajiban ibadah haji, dengan niat akan kembali lagi ke negerinya seusai pelaksanaan ibadah haji tersebut.
Setelah Syaikh rahimahullah sampai ke negeri tujuannya ternyata niatnya berubah. Ia ingin menetap sementara di sana. Sebabnya adalah, ketika berada di negerinya dahulu dia mendengar istilah WAHABIYAH dan beliau ingin mengetahui tentang hakikat sebenarnya. Di antaranya alasannya juga, ketika menginap di beberapa tempat, secara kebetulan kemah beliau berdekatan dengan kemah al-Amir Khalid as-Sudairi, dan waktu itu satu sama lain belum saling kenal. Adalah al-Amir pada waktu itu bersama teman duduknya mencari sebuah majelis yang mengajarkan sastra, sebab beliau begitu berjiwa sastrawan. Dan perbincangan yang terjadi di antara mereka menjadi panjang lebar, hingga akhirnya mereka bertanya jawab dengan Syaikh rahimahullah yang ikut hadir juga pada waktu itu. Ternyata mereka telah mendapatkan seorang Syaikh yang ‘alim bagaikan lautan yang tak bertepi. al-Amir menasihatinya, ketika ia datang ke kota Madinah nanti, agar ia menemui dua orang Syaikh di sana; Syaikh Abdullah az-Zahim dan Syaikh Abdul Aziz bin Shalih.
Dan akhirnya di kota Madinah beliau rahimahullah berhasil bertemu dengan keduanya. Yang mana keduanya merupakan dua orang Hakim yang memutuskan kasus-kasus yang terjadi di antara penduduk kota, baik dalam masalah fikih, maupun masalah manhaj dan akidah.
Beliau rahimahullah begitu banyak berdiskusi dengan Syaikh Abdul Aziz bin Shalih. Hingga akhirnya Syaikh Abdul Aziz menghadiahkan kitab al-Mughni, dan beberapa kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah kepada beliau. Beliau rahimahullah pun membacanya hingga dapat memahami mazhab Imam Ahmad bin Hambal. Juga dapat mengetahui manhaj yang selamat dan akidah salaf yang bersandar kepada al-Quran dan as-Sunnah dengan pemahaman kaum salaf.
Syaikh dan Masjid Nabawi
Belajar mengajar di masjid Nabawi merupakan sarana transfer ilmu yang begitu penting di mata umat Islam dalam rangka menyebarkan ilmu agama. Masjid tersebut merupakan kampus pertama tempat disyariatkannya agama ini, yaitu sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika Jibril ‘alaihissalam datang kepadanya untuk mengajarkan agama islam di majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejak masa Khulafa’ ar-Rasyidin dan ulama dari kalangan sahabat, kota Madinah merupakan ibu kota ilmu, dan senantiasa kota itu akan menjadi markas ilmiah yang tidak pernah kosong dari seorang ‘alim yang menegakkan kebenaran pada setiap masanya.
Sebelum kedatangan Syaikh Muhammad al-Amin rahimahullah ke kota Madinah, adalah Syaikh ath-Thayyib rahimahullah, dengan perantara dirinya Allah berikan manfaat yang banyak kepada umat Islam di kota itu, hingga ia wafat pada tahun 1363 H. Adapun setelahnya, majelis Syaikh at-Thayyib digantikan oleh murid-muridnya, juga oleh Syaikh Muhammad rahimahullah. Dahulu beliau mengajar kitab tafsir al-Quran, dan sempat khatam sebanyak dua kali.
Termasuk hal yang sudah kita ketahui bersama bahwa pelajaran tafsir tidaklah terbatas pada sebuah pembahasan saja, akan tetapi merupakan ilmu yang mencakup seluruh isi al-Quran dan segala keumuman yang ada di dalamnya. Manhaj beliau dalam mengajar pertama kali adalah menjelaskan makna kosakata, kemudian menerangkan segi i’rabnya, ilmu shorofnya, kemudian balaghohnya dengan membawakan dalil-dalil penguat pada pembahasannya.
Di Masjid
Adapun di masjid Syaikh Muhammad rahimahullah, beliau mulai mengajar materi ushul fikih dan kaidah-kaidahnya. Banyak sekali orang-orang yang datang ke majelisnya untuk mengambil faedah dari beliau. Hingga orang-orang yang berasal dari ujung kota Riyadh pun rela datang ke sana demi untuk ikut serta dalam majelisnya itu.
Di Rumah
Oleh karena pelajaran Ushul di masjid bersifat untuk umum, maka para pelajar yang begitu semangat, mereka menginginkan adanya tambahan pelajaran khusus yang diadakan di rumah Syaikh Muhammad rahimahullah, dan Syaikh pun akhirnya menjawab permintaan mereka dan membuka majelis khusus di rumahnya setelah salat asar.
Karya & Tulisan
Syaikh Muhammad al-Amin rahimahullah memiliki karya dan tulisan yang begitu banyak, di antaranya adalah:
  • Adhwa’ al-Bayan Fi Idha al-Quran bi al-Quran. Merupakan sebuah kitab yang berisi penafsiran al-Quran dengan al-Quran. Kitab ini merupakan kitab beliau yang paling terkenal.
  • Mudzakkirah al-Ushul ‘Ala Raudhah an-Nazhir. Beliau padukan di dalamnya ushul-ushul madzhab Hambali, Maliki, kemudian asy-Syafi’i.
  • Adab al-Bahts wa al-Munazhoroh. Di dalamnya beliau terangkan tata cara membahas, seperti pengumpulan masalah dan penjelasan dalil-dalil.
  • Daf’u Iham al-Idhthirab ‘An Ayi al-Kitab. Beliau jelaskan di dalamnya ayat-ayat al-Quran yang secara zhahirnya memiliki makna yang bertentangan namun secara hakikatnya sama sekali tidak bertentangan. Beliau bawakan di dalamnya ayat-ayat yang secara sekilas bertentangan mulai dari surat al-Baqarah hingga surat an-Naas. Dan beliau dudukan permasalahannya satu demi satu secara berurutan.
  • Man’u Jawaz al-Majaz Fi al-Munazzal Li at-Ta’abbud wa al-’Ijaz. Beliau menerangkan dan membantah habis adanya majas di dalam al-Quran, dalam ayat-ayat asmaa’ dan sifat Allah.
Selain itu, Beliau rahimahullah juga memiliki beberapa ceramah yang kemudian dicetak dan disebarluaskan dalam bentuk buku, seperti: Ayat ash-Shifaat, Hikmah at-Tasyri’, al-Mashalih al-Mursalah, dan Haula Syubhah ar-Raqiq.
Wafat
Beliau rahimahullah meninggal dunia di kota Madinah an-Nabawiyyah, pada tanggal 17 Dzul Hijjah, tahun 1393 H (1973 M), semoga Allah senantiasa merahmatinya.
Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita dengan kitab-kitab beliau, menuntun kita untuk meniti dan mencontoh jalan beliau pada apa-apa yang Ia ridai, dan menjadikan kita termasuk para penuntut ilmu yang selalu ikhlas dalam menuntut ilmu dan beramal. Amin.

No comments:

Post a Comment