Thursday 16 January 2014

Biografi Shiddiq Hasan Khan

oleh ustadz Abu Musa Jauhari
Alangkah senangnya hati kita mempelajari biografi para ulama. Alangkah asyiknya berduaan dengan buku yang berisi tentang cerita kehidupan mereka. Kehidupan yang penuh berkah, yang hampir tak pernah kosong dari ilmu dan amal.
Ketika membaca kisah mereka, hati kita merasa ikut sedih ketika mereka berduka. Terkadang kita ikut tertawa di saat mereka berbahagia. Rasa semangat, sedih, iba, gembira, dan emosi jiwa lainnya keluar begitu saja tatkala diri kita asyik menikmati kisah kehidupan mereka.
Alur cerita mereka yang tamat dengan happy ending akan semakin membuat kita lebih semangat untuk meneladani keseharian dari kehidupan mereka. Meneladani sopan-santun mereka. Mengikuti setiap jejak langkah yang sesuai sunah. Mencontoh sifat zuhud, rendah diri, sabar, tabah, tegar, dan sederet sifat mulia mereka yang lainnya. Yang semua itu mereka petik dari sebuah lentera yang takkan pernah padam, lentera terang tempat ditimbanya ilmu agama Islam tuk pertama kalinya, yaitu lentera kenabian yang diemban dengan penuh amanat oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Begitu banyak cerita yang dikemas sedemikian rupa oleh para ulama ahli sejarah pendahulu kita, dari yang paling ringkas hingga yang berjilid-jilid panjangnya. Dan semua itu –wal hamdulillah- bertebaran dan tersebar luas di mana-mana.
Di antara mereka ada yang menghabiskan umur untuk menuntut ilmu agama dan dakwah. Ada pula yang menghibur diri dengan berjihad di jalan Allah. Mainan mereka adalah pedang, tombak, panah, tameng dan aneka ragam perlengakapan perang lainnya. Selain dari itu, ada pula yang mengisi hari demi hari dengan berjalan hingga ribuan mil jauhnya guna menimba sebuah atau dua buah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan makan seadanya dan bekal secukupnya, ia ayunkan dan langkahkan kedua kakinya untuk berkhidmah kepada agama ini, agama Islam. Semangat mereka begitu kuat bagaikan baja, atau bahkan jauh melebihinya.
Sehari dua hari tentu takkan cukup untuk meriwayatkan kisah mulia mereka, apalagi hanya dengan beberapa lembar kertas saja. Namun, dengan menceriterakan salah satu dari biografi mereka dalam secarik kertas ini, tentu saja ada faedahnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ ِلأُولِيْ الأَلْبَابِ

Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (QS. Yusuf: 111)
Bertolak dari ayat di atas, kami akan persembahkan di sini kisah salah satu tokoh, ulama,mujaddid (pembaharu) Islam India abad 13 H, penulis aktif yang tenar di penjuru cakrawala dunia dengan nama Shiddiq Hasan Khan rahimahullah. Marilah kita menyimak biografi singkat beliau. Semoga Allah memberikan taufiq-Nya kepada kita. Amin.
Nama & Nasab
Beliau adalah Syaikh, al-Imam, al-’Allamah, penghidup Sunnah, penumpas bid’ah, Abu ath-Thayyib Shiddiq Hasan bin Ali bin Luthfillah al-Husaini al-Bukhari al-Qinnauji, yang lebih akrab disebut dengan Shiddiq Hasan Khan rahimahullah. Ada juga yang menyebut beliau dengan nama Muhammad Shiddiq Hasan Khan. Apabila terus diurut, maka nasab beliau akan sampai kepada Zainal Abidin bin Ali bin al Husain buah hati Ali bin Abi Thalibradhiyallahu ‘anhu.
Kelahiran & Pertumbuhan
Lahir pada waktu dhuha, tanggal 17 Jumadil Ula tahun 1248 H, di sebuah negeri yang bernama Brili, tempat tinggal kakek dari pihak ibunya. Kemudian keluarga beliau pindah ke sebuah negeri yang bernama Qinnauj, kampung halaman para kakeknya. Di sanalah ia tumbuh berkembang dalam didikan dan buaian ibunya. Ayahnya wafat tatkala umurnya menginjak enam tahun. Untuk selanjutnya sang ibu tercinta mendidiknya dalam keadaan yatim. Dan demikian seterusnya ia tumbuh dalam lingkungan yang terjaga, bersih, dan cinta akan ilmu dan para ulama.
Sejarah Singkat Perjalanan Hidup
Hingga akhirnya Syaikh rahimahullah pergi meninggalkan kampung halamannya untuk merantau menuju kota Dehli demi meneruskan pendidikannya di sana.
Pada tahun 1285 H Allah mudahkan jalan baginya untuk menunaikan ibadah haji. Di tengah perjalanan beliau bertemu dengan para ulama ahlu sunnah wal jamaah.  Diantaranya adalah Syaikh al-’Allamah Hamd bin Ali bin Muhammad bin ‘Atiq bin Rasyid rahimahullah(wafat tahun 1301 H), pengarang kitab Fathul Bayan.
Syaikh Hamd memberikan sebuah nasehat emas untuknya. Selain berisi nasehat, di dalamnya beliau utarakan persaksiannya akan keilmuan Syaikh Muhammad dan kebiasaannya dalam meneliti kitab-kitab. Syaikh Hamd juga menganjurkan kepadanya untuk menuai faedah dari kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyimrahimahumallah, seperti kitab Dar-u Ta’arudh al-’Aql wa an-Naqlal-Kafiyah asy-Syafiyah -an Nuniyyah-, at-Tis’iniyyahash-Shawa-iq al-Mursalah ‘Ala al-Jahmiyyah wa al-Mu’aththilah,Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyyah dan kitab-kitab mereka yang lain.
Setelah itu, tepatnya pada tahun 1289 H, Syaikh Shiddiq mulai mengarang sebuah risalah yang ia beri judul Qathfu ats-Tsamar Fi Bayani Aqidah Ahli al-Atsar. Ia sangat merasakan manfaat dari nasehat yang diutarakan oleh Syaikh Hamd bin ‘Atiq, sehingga beliau begitu perhatian dan tekun dalam mengkaji kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim. Tanpa kenal lelah ia menciduk ilmu dari kitab-kitab mereka berdua, juga dari kitab-kitab ulama ahlu sunnah yang lain. Tidak sebatas itu saja, Syaikh juga menganjurkan orang lain untuk membaca kitab-kitab tersebut, sebagaimana hal itu dapat di lihat dalam kitabnya yang berjudul ar-Risalah, hal 48. Selain risalah di atas, Syaikh juga menulis sebuah kitab yang berjudul Qashdus Sabil Fi Dzammil Kalam wa at-Ta’wil.
Adalah kegemaran Syaikh Shiddiq adalah mengumpulkan kitab-kitab. Ia juga memiliki pemahaman yang lebih dalam membaca dan memetik faedah dari kitab-kitab tersebut, terutama dalam bidang ilmu tafsir, hadis, dan ushul.
Setelah sekian waktu berlalu, tepatnya setelah kembali dari kota Hijaz  menuju India, beliau pindah dari Qinnauj menuju Bahubali, sebuah kota yang terletak di pertengahan kota India. Di antara salah satu tujuan perpindahan Syaikh ke kota tersebut ialah, untuk mencari pekerjaan dan mata pencaharian demi menjaga kelangsungan hidup sementara di dunia yang fana ini.
Pernikahan Membawa Berkah
Pucuk dicinta ulampun tiba, begitulah pepatah berkata. Ternyata di kota barunya, Bahubali, beliau rahimahullah bertemu dengan seorang gadis dambaan. Kursi pelaminan pun menjadi tempat peristirahatan sementara. Syaikh rahimahullah menikah dengan seorang gadis yang merupakan Ratu negeri Bahubali, yaitu Ratu Syah Jihan Bijum yang menduduki tahta pemerintahan kota Bahubali pada tahun 1288 H. Walhasil beliau mendapatkan kehidupan yang serba berkecukupan. Dan pada waktu itu ia ditunjuk untuk menjabat sebagai menteri. Oleh karena itu Syaikh dijuluki an-Nawwab yang berarti sang wakil.
Guru & Murid
Sebagaimana perjalanan hidup ulama lain, beliau rahimahullah juga menimba ilmu agama Islam dari banyak guru dan masyayikh. Di antara mereka ada yang berasal dari kota Dehli India, Hijaz, dan ada pula yang berasal dari kota Yaman. Berikut ini nama sebagian ulama yang pernah disinggahi dan ditimba ilmunya oleh beliau:
  1. Al-’Allamah Ahmad bin Hasan bin Ali, ia adalah kakak kandung beliau sendiri.
  2. Syaikh Muhammad Shadruddin Khan ad-Dahlawi, seorang mufti kota Dehli.
  3. Syaikh Muhammad Ya’qub, yang akhirnya hijrah ke kota Mekkah.
  4. Syaikh al-Qadhi Husain bin Muhsin as-Sab’ie al-Anshari al-Yamani, murid al-’AllamahMuhammad Nashiruddin al-Hazimi yang merupakan murid dari al-Qadhi Muhammad bin Ali asy-Syaukani.
  5. Syaikh Abdul Haq bin Fadhl al-Hindi, juga murid al-Imam asy-Syaukani.
Yang menimba ilmu dari beliau tidak kalah jumlahnya dengan murid-murid ulama lain. Namun yang paling masyhur dari mereka hanya dua orang, keduanya adalah:
  1. Al-’Allamah, ahli hadits Yahya bin Muhammad bin Ahmad bin Hasan al-Hazimi, hakim kota ‘Adn.
  2. Syaikh, al-’Allamah Nu’man Khairuddin al-Alusi, yang merupakan mufti kota Baghdad.
Akidah & Pemahaman
Syaikh Siddiq rahimahullah begitu antusias dengan dakwah suci, dakwah kepada al-Quran dan as-Sunnah, amat sangat membenci taklid dan kolot, begitu gemar memerangi syirik, khurafat dan bid’ah sebagaimana yang ditunjukkan oleh biografi dan karangan-karangannya. Cukup menjadi saksi akan ini semua kitab agung hasil goresan pena beliau yang berjudul ad-Din al-Khalish yang berarti agama yang murni.
Di kitab tersebut beliau menyebutkan dan menjelaskan tentang tauhid dengan panjang lebar, sebagaimana beliau juga menerangkan tentang kesyirikan dengan pembahasan yang begitu terperinci. Sebagai contoh akan hal itu, perkataan beliau tentang surat al-Fatihah. Beliau bertutur: “Ketahuilah, bahwasanya Fatihah al-Quranul mulia yang diulang-ulang hingga berkali-kali oleh seorang muslim pada setiap shalat, yang senantiasa dibaca oleh para qari’ kitab Allah dan pelajar, padanya terdapat petunjuk untuk mengikhlaskan tauhid (hanya kepada Allah semata) pada tiga puluh tempat.”  Kemudian beliau merinci tiga puluh poin tersebut satu demi satu.
Ringkasnya, beliau rahimahullah berjalan sesuai pemahaman ahlu sunnah wal jamaah, baik secara akidah, ushul, hadits, maupun fikih.
Sifat & Sanjungan
Syaikh Shiddiq merupakan salah satu tanda kebesaran Allah dalam hal ilmu, akhlak mulia, dan komitmen dengan al-Quran dan as-Sunnah. Allah subhanahu wa ta’ala telah melapangkan baginya harta dan kedudukan untuk berkhidmah kepada agama Islam, guna menyebarkan ilmu hadits dan dakwah kepada akidah shahihah dan beramal sesuai dengan al Quran dan as Sunnah. Berkidmah kepada agama demi menolong para ulama dan sastrawan dan mengisi perpustakaan dengan kitab-kitab berharga. Beliau pernah mencetak kitab Fathul BariTafsir Ibnu Katsir, dan Nailul Authar di India, Mesir, dan Turki dengan harta yang ia miliki. Kemudian beliau membagi-bagikannya secara cuma-cuma alias gratis -Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan-. Ia juga mengerahkan sebagian hartanya untuk menolong para ulama dan menganjurkan kepada mereka untuk menerjemahkan kitab-kitab hadits ke dalam bahasa induk yang ada di India untuk selanjutnya dicetak, itu pun juga dengan harta yang ia miliki.
Karena sifat dan kecintaan beliau dengan ilmu agama, akhirnya al-’Allamah Basyir as-Sahsawani, pengarang kitab Shiyanatul Insan (wafat th. 1295 H), mengudang beliau dan menyerahkan kepadanya kepemimpinan sekolah-sekolah agama di kota Bahubali.
Adapun dalam hal pujian dan sanjungan, cukuplah kitab-kitab beliau yang begitu berharga menjadi saksi yang memujinya. Kitab-kitab dalam bermacam-macam disiplin ilmu. Juga cukup bagi sidang pembaca sanjungan seorang ulama yang hidup sezaman dengan beliau, yaitu al-’Allamah Syaikh Hamd bin ‘Atiq dalam sebuah tulisan yang ia kirimkan kepada beliau. Syaikh Hamd menuturkan, bahwasanya Syaikh Siddiq Hasan Khan adalah saudaraku yang jujur, memiliki pemahaman yang kokoh dan metode yang lurus. Juga persaksiannya kepada beliau, bahwasanya beliau kuat dalam ilmu-ilmu alat, berwawasan luas, dan pujian-pujian lain yang ia alamatkan kepada seorang Imam yang agung ini.
Tatkala tulisan dan karya Syaikh tersebar luas ke penjuru dunia, para ulama, pakar tafsir, dan ahli hadits menulis risalah-risalah yang berisi sanjungan akan karyanya tersebut. Dan tak lupa mereka mendoakan untuknya dengan kebaikan dunia dan akhirat. Semoga Allah menerima doa mereka dan mengabulkan niat baik Syaikh Muhammad.
Adalah al-’Allamah Syaikh Abdulhay al-Laknawi rahimahullah, salah seorang tokoh ulama besar yang sezaman dengan beliau, ia sering membantah dan mengkritik Syaikh Shiddiq dalam risalah dan kitab yang ditulisnya, baik dengan isyarat maupun secara terang-terangan. Namun, ketika Syaikh mendengar kabar kematian Syaikh al-Laknawi, ia malah mendoakan rahmat untuknya. As-Sayyid Ali Hasan, putra Syaikh bertutur: “Tatkala berita kematian al-’Allamah Abdulhay bin Abdulhalim al-Laknawi sampai kepada ayahku, Syaikh meletakkan tangannya ke dahi. Sejenak ia menundukkan kepala lalu mengangkatnya kembali dengan air mata berlinang di pipinya. Ia mendoakan kebaikan dan rahmat untuk Syaikh al-Laknawi dan berkata: “Hari ini, matahari ilmu telah tenggelam.” Ia melanjutkan: “Sesungguhnya perselisihan yang terjadi di antara kami hanya sebatas penelitian beberapa permasalahan saja.” Dan Syaikh tidak mau makan pada malam berkabungnya itu.
Karya-karya
Beliau memiliki karya-karya dan tulisan-tulisan yang luar biasa, yang mana ia sanggup menulis beberapa kitab dalam sehari. Bahkan beliau mampu merampungkan kitab-kitab besar dalam hitungan beberapa hari saja. Kitab yang dikarang beliau telah tersebar luas ke penjuru dunia Islam. Begitu banyak ulama menulis risalah pujian teruntuk beliau dan memasukkan dirinya ke dalam golongan ulama mujaddidin.
Syaikh memiliki karangan yang begitu banyak dengan bahasa pengatar yang beraneka ragam dan dalam cabang ilmu yang beraneka ragam pula. Semua itu beliau utarakan dalam sebuah kitab yang biografi tentang dirinya, Abjad al Ulum juz 3, hal. 275-279. Dan yang kita maksudkan di sini adalah karangan beliau yang berbahasa arab. Selain kitab yang berbahasa arab, beliau juga memiliki karangan-karangan berbahasa India, Persia, dan Ordo. Ada yang menyebutkan karangan beliau mencapai 222 kitab dengan bahasa pengantar bahasa Arab, Persia dan Ordo.
DR. Jamil Ahmad menyebutkan dalam kitabnya Harakatut Ta’lif Billughotil Arobiyyah Fil Iqlim asy-Syarqi Fil Qarnain ats-Tsamin ‘Asyara wa at-Tasi’ ‘Asyara, hal. 274-281: Karangan Shiddiq Hasan Khan terbagi menjadi tiga bagian: 1). Yang sudah dicetak dan disebar luaskan. 2). Yang masih dalam keadaan manuskrip. 3). Sisanya belum diketahui keberadaannya.
Ia melanjutkan: Adapun kitab-kitabnya yang telah dicetak, ialah:
  • Fat-hul Mubin fi Maqashid al-Quran, cet. percetakan besar al Amiriyyah, Kairo, Th. 1302 – 1300 H, cetakan pertama di Bahubali.
  • Nailul Maram min Tafsir Ayatil Ahkam, Lakhano, Th. 1392 H. cet. al madani, Mesir, Th. 1382 H. – 1962 M.
  • ad-Dinul al-Khalish, Dehli, Cet. al madani, Mesir, TH. 1379 H. – 1959 M. Pada kitab ini beliau mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan tauhid yang ada di al Quran, beliau tidak meninggalkan satu ayatpun melainkan mendatangkan sebuah penjelasan yang amat mencukupi.
  • Husnul Uswah Bi Ma Tsabata Anillah wa Rasulihi fin-Niswah, al Jawa-ib Th. 1301 M.
  • ‘Aunul Bari Bi Halli Adillatil Bukhari (Syarh Kitabut Tajrid), cet. Bahubali.
  • as-Sirajul Wahhaj Fi Kasyfi Mathalibi Shahih Muslim bin al-Hajjaj, cet. Bahubali, Th. 1302 H.
  • Arba’una Hadits Fi Fadha-il al-Hajj wa al-’Umrah, cet. Bahubali.
  • Arba’una Hadits Mutawatiroh, cet. Bahubali.
  • al-’Ibrah Bi ma Ja-a Fil Ghazwi wasy-Syahadah wal-Hijrah, cet. Bahubali, Th. 1294 H.
  • al-Hirzul Maknun Min Lafzhil Ma’shum al-Ma’mun, cet. Bahubali.
  • ar-Rahmah al-Muhdaat Ila Man Yuridu Ziyadatal Ilmu ‘Ala Ahadits al-Misykaat, cet. Delhi
  • al-Jannah fil Uswah al-Hasanah bis-Sunnah, cet. Bahubali Th. 1295 H.
  • Yaqzhatu Ulil I’tibar Mimma Waroda Fi Dzikri an-Nar wa Ash-habin Nar, cet. Bahubali, Th. 1294 H.
  • al-Hiththah Fi Dzikri ash-Shihah as-Sittah, dicetak Th. 1283 H.
  • al-Mawa-id al ‘Awa-id Min ‘Uyunil Akhbar wal Fawa-id, cet. Bahubali, Th. 1298 H.
  • ar-Raudhah an-Nadiyyah Syarh ad-Durorul Bahiyyah, cet. Mesir Th. 1296 H
  • Abjadul ‘Ulum, cet. Bahubali, Th. 1296 H.
  • Dan kitab-kitab beliau yang lain yang masih begitu banyak.
Adapun kitab yang masih dalam bentuk manuskrip yaitu: Rabi’ul AdabTak-hilul ‘Uyun Bi Ta’arif al-’Ulum wal-FununIhya al-mayyit Bi Dzikri Manaqib Ahlil-Baitat Tahdzib Syarh at-Tahdzib fil-Manthiq.
Sedangkan kitab-kitab beliau yang belum diketahui keberadaannya ialah: Khalashotul KasysyafMilakus Sa’adahal-Liwa’ al-Ma’qud Li Tauhid ar-Rabb al-Ma’budan-Nadzir al-’Uryan Min Darpkatil Mizanar-Raudh al-BassamHidayatus Sa-il Ila Adillatil Masa-il, danRiaydhul Jannah Fi Tarojum Ahlis Sunnah.
Wafat
Dunia menangis, alam berkabung, kaum muslimin bersedih dan berduka, kepala mereka pun tertunduk tatkala mendengar kematian seorang ulama, al ‘Allamah, Syaikh Shiddiq Hasan Khan. Tepatnya pada tahun 1307 H setelah menghabiskan umur yang penuh berkah untuk berkhidmah kepada agama Islam selama 59 tahun.
Syaikh meninggalkan dua orang putra: as Sayyid Abul Khair Mir Nurul Hasan Khan ath-Thayyib, sebagai putra pertama, dan as-Sayyid asy-Syarif Abu an-Nashr Mir Ali Hasan Khan ath-Thahir, adiknya.
Semoga Allah senantiasa merahmati Syaikh, mengekalkan beliau di surga-Nya kelak, menggantikan segala daya, upaya, usaha, dan tenaga yang telah ia kerahkan demi agama Islam selama hidupnya di dunia dengan kenikmatan yang jauh lebih baik di surga. Semoga Allah juga menumbuhkan bala tentara-Nya di bumi, para ulama Rabbaniyyun yang menghidupkan sunnah Nabi-Nya, menumpas bid’ah, memberantas kesyirikan, memerangikhurofat, dan mengajak manusia kepada ajaran Islam yang murni yang sesuai dengan pemahaman generasi salaf umat ini. Terakhir, semoga Allah mengumpulkan kita bersama para ulama Rabbaniyyin di surga-Nya di kemudian hari. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

No comments:

Post a Comment